Biaya Sosialisasi Undang-Undang Pramuka Rp 5 Miliar
TEMPO Interaktif, Semarang – Pengurus kwartir daerah menyayangkan besarnya biaya sosialisasi Undang-Undang Gerakan Pramuka yang diselenggarakan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. “Biaya Rp 5 miliar itu bisa untuk mengadakan 10 kali Jambore Daerah Papua dengan peserta 7.000 pramuka penggalang,” kata Ketua Harian Kwartir Daerah Provinsi Papua Amos Asmuruf, Minggu 27 Maret 2011 kemarin.
Sabtu 26 Maret 2011 lalu, Wakil Presiden Boediono membuka acara sosialisasi di kampus Universitas Negeri Semarang. Acara bertema “Satu Pramuka untuk Satu Merah Putih” ini diikuti 485 ketua kwartir cabang (kabupaten/kota); kwartir daerah; kepala dinas pendidikan, pemuda, dan olahraga tingkat provinsi di seluruh Tanah Air; serta unsur lainnya.
Total ada 1.200 peserta yang menginap di 10 hotel bintang empat di Semarang. Selain itu, ada 300 pramuka penegak dan pandega yang berkemah di halaman kampus. Kemarin rangkaian acara sosialisasi itu ditutup Rektor Universitas Negeri Semarang.
Dalam sambutannya, Boediono menegaskan janji pemerintah membantu pengembangan gugus depan pramuka. “Gerakan pramuka merupakan wadah yang baik untuk membentuk karakter bangsa,” katanya. Dia berharap para pelajar tidak hanya berseragam pramuka seminggu sekali, tapi benar-benar mengikuti latihan kepramukaan.
Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Zubakhrum Tjenreng menjelaskan, dana anggaran pendapatan dan belanja negara yang diberikan pemerintah untuk hajatan ini Rp 3 miliar. “Dananya memang sangat besar, karena pesertanya kami datangkan dari seluruh Indonesia,” katanya.
Ketua Kwartir Daerah Pramuka Jawa Tengah Budi Prayitno yang diserahi tugas mengelola dana Rp 3 miliar menjelaskan, alokasi dana itu untuk akomodasi, transportasi, protokoler, pengamanan, dan kesekretariatan. “Kami ini cuma ketempatan, perencanaan program semuanya dibuat pemerintah pusat,” katanya.
Dana itu belum termasuk transportasi peserta dari seluruh Tanah Air, yang kabarnya lebih dari Rp 1,6 miliar. Alhasil, jumlah keseluruhan dana APBN untuk acara akbar ini mencapai Rp 5 miliar. Wakil Ketua Kwarda Jawa Timur Singgih Setyo Sayogo menilai uang sebesar itu terlalu mewah bagi pramuka. “Tidak sesuai dengan Dasadarma Pramuka, yaitu hemat, cermat, dan bersahaja,” kata Singgih, yang menjadi wirausaha. Kami, ujarnya, yang sejak kanak-kanak menjadi pramuka, lebih nyaman tidur di tenda ketimbang di hotel berbintang.
Pendapat Singgih dibenarkan banyak peserta lain, misalnya Revfly Gerungan (Wakil Ketua Kwarda Sulawesi Utara), Editha Rahadeo (Sekretaris Kwarda Papua Barat), dan Wayan Lamun (pemimpin Kwarda Bali).
Menurut Singgih, organisasi dan kegiatan pramuka tetap berjalan ketika tidak ada dana APBN pada tahun 1999 hingga 2006. Mereka khawatir independensi organisasi jadi lemah dengan adanya dana APBN dan APBD. “Kami menolak jika bantuan pemerintah membuat pramuka didikte,” ujar Revfly, yang sehari-hari guru besar di Universitas Negeri Manado. (ROFIUDDIN)
Sumber berita: http://tempointeraktif.com 28 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
h2st